Langsung ke konten utama

Hukuman bagi Orang Yang Memakan Riba


بسم الله الرحمن الرحيم
Oleh: Atha’ bin Khalil 
Pertanyaan:
Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu.
Amir kami, perkenankan saya menyampaikan pertanyaan seputar riba.
Apakah orang yang memakan riba kekal di neraka Jahannam ataukah tidak?
Seperti yang ada di buku Taysîr fî Ushul at-Tafsîr surat al-Baqarah ayat 275.
Terima kasih. Nama saya Adi Victoria dari kota Samarinda – Indonesia.



Jawaban:
Wa ‘alaikum as-salam wa rahmatullah wa barakatuhu.
Orang yang bermuamalah dengan riba ada dua jenis:
Pertama: jenis orang yang mengimani bahwa riba adalah haram, meski demikian dia melakukan riba. Orang ini melakukan dosa besar. Dia harus dijatuhi sanksi di dunia oleh negara. Dan jika dia tidak dijatuhi sanksi yang syar’i di dunia, maka ia dijatuhi sanksi di akhirat. Dia akan masuk neraka tetapi tidak kekal di neraka selama ia tidak menghalalkan riba. Yakni dia mengimani bahwa riba adalah haram. Akan tetapi dia melakukan kemaksiatan itu. Orang yang bermaksiat jika meninggal di atas Islam maka dia tidak kekal di neraka. Hal itu sesuai sabda Rasulullah SAW dalam hadits Muttafaq ‘alayh dari Anas bin Malik bahwa Nabi SAW bersabda:
«يَخْرُجُ مِنَ النَّارِ مِنْ قَالَ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ…»
Keluar dari neraka orang yang berkata: lâ ilaha illâ Allah –tiada tuhan kecuali Allah- …
Artinya dia tidak kekal di neraka.
Kedua, jenis orang yang menghalalkan riba. Yakni dia mengatakan bahwa riba adalah halal dan dia mati di atas hal itu. Maka orang ini menjadi kafir, sebab ia mengingkari apa yang sudah ma’lumun min ad-dîn bi adh-dharûrah. Dan riba itu diharamkan di al-Quran dengan ayat-ayat yang qath’iy tsubut dan qath’iy ad-dilalalah. Maka siapa yang menghalalkan riba dan mati di atas hal itu maka ia kafir dan orang ini kekal di neraka. Artinya, orang yang melakukan riba dan mengingkari bahwa riba adalah haram, maka orang ini mati di atas kekufuran dan kekal di neraka.

Dalil atas hal itu adalah firman Allah SWT di surat al-Baqarah ayat 275:
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُون
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (TQS al-Baqarah [2]: 275)
Akhir ayat tersebut datang sebagai komentar terhadap orang-orang
قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا
 “mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba”
Artinya mereka menjadikan riba sebagai halal seperti jual beli. Jadi mereka mengingkari (kafir terhadap) firman Allah SWT:
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
Mereka ini jika telah disampaikan kepada mereka bahwa riba adalah haram dan bukannya halal, lalu mereka beriman dan bertaubat dan meninggalkan muamalah riba dan mencukupkan diri dengan modal harta mereka, maka Allah SWT dengan karunia-Nya mengampuni mereka apa yang sudah lalu. Dan jika mereka tetap berkeras bahwa riba adalah halal dan mereka terus melakukan riba mengingkari firman Allah SWT:
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
Dan mereka mati di atas hal itu maka mereka
أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُون
adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (TQS al-Baqarah [2]: 275)

Ringkasnya yang dipahami dari nas-nas syar’i adalah:
  1. Orang yang melakukan riba dan dia mengimani bahwa riba itu haram, maka orang itu bermaksiat dan fasik. Jika dia mati di atas Islam, dia tidak kekal di neraka. Akan tetapi dia dijatuhi sanksi sampai yang dikehendaki oleh Allah kemudian dia keluar dari neraka dengan izin Allah SWT.
  2. Orang yang melakukan riba dan dia mengingkari bahwa riba adalah haram. Artinya ia menghalalkan riba dan mati di atas hal itu, maka ia mati di atas kekufuran dan kekal di neraka.
Semoga Allah SWT menjadikan kita termasuk orang-orang mukmin ash-shiddiqin, orang-orang yang mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan menghalalkan apa yang dihalalkan oleh Allah, berpegang kepada hukum-hukum syara’ sesuai konteksnya, orang-orang yang Allah muliakan dengan Islam di dunia dan Allah menolong mereka atas musuh-musuh mereka, dan Allah memuliakannya dengan Islam di akhirat dan Allah masukkan mereka ke surga-Nya dan Allah himpunkan mereka bersama para nabi, ash-shiddiqun, para syuhada’ dan orang-orang shalih dan mereka adalah sebaik-baik teman.

Komentar

Artikel Terbaik

CONTOH BACAAN PEMBUKA, PENUTUP & DOA KHUTBAH JUM"AT

CONTOH BACAAN PEMBUKA, PENUTUP & DOA KHUTBAH JUM"AT Oleh: Abdurrahman al-Munawy (Agusmal) Khutbah Pertama Membaca basmalah : BISMILLAAHIR RAHMAANIR RAHIIM (dibaca dalam hati) Mengucapkan salam : ASSALAAMU ‘ALAIKUM WA RAHMATULLAAHI WA BARAKAATUHU (lalu khotib duduk dan muadzin mengumandangkan azan. Setelah selesai adzan, khatib berdiri lagi dan langsung membaca hamdalah kalimat pujian (hamdalah), yaitu: INNAL HAMDA LILLAAH, NAHMADUHUU WA NASTA’IINUHUU WA NASTAGHFIRUHU WA NA’UUDZUBILLAAHI MIN SYURUURI ‘ANFUSINAA WA MIN SYAYYI-AATI A’MAALINAA MAN YAHDILLAAHU FALAA MUDHILLALAHU WA MAN YUDHLIL FALAA HAADIYALAHU Membaca syahadat : ASYHADU ANLAA ILAAHA ILLALLAH WAHDAHU LAA SYARIIKALAAHU WA ASYHADU ANNAA MUHAMMADAN ‘ABDUHUU WA RASUULUHUU LAA NABIYYA BA’DAHU Membaca shalawat : ALLAAHUMMA SHALLI ‘ALAA SYAYYIDINAA MUHAMMADIN WA ‘ALAA AALIHII WA SHAHBIHII ‘AJMA’IIN Membaca ayat alqur’an yang mengajak bertaqwa kepada allah, contoh: YA AYYUHAL...

Sumber Hukum (Dalil) Dalam Islam : Muttafaq 'alayh dan Mukhtalaf fiih

Sumber Hukum (Dalil) Dalam Islam: Muttafaq 'Alay h dan Mukhtalaf Fiih Oleh : Agusmal Jika dalam penelitian yang menggunakan paradigma positivisme, sumber hukum (teori) diambil dari dalil aqli dengan cara melakukan penelitian dan percobaan yang sistematis maka dalam islam dalil yang digunakan tidak hanya dalil aqli saja tetapi juga dengan menggunakan dalil naqli yakni menggali teori dalil kalamullah . Dalil aqli dalam islam kadangkala digunakan untuk memahami makna dari dalil naqli. sebagai contohnya adalah penulisan ilmu tafsir yang sangat kental dengan kaidah-kaidah sastra dimana kaidah tersebut dapat dipahami dengan menggunakan dalil aqli. Dalil secara bahasa adalah yang menujukan terhadap sesuatu dan terkadang dimutlakan (dimaknai) dengan perkara yang di dalamnya terdapat dalalah (penunjukan)   dan irsyad (petunjuk). Inilah yang disebut sebagai dalil dalam pandangan para fuqoha (ulama ahli fiqih), dimana hal itu menunjukan bahwa dalil itu perkara yang dapat mengh...

PERBEDAAN FILSAFAT, PENGETAHUAN DAN ILMU

1.         PENDAHULUAN 1.1     Latar Belakang Di dalam menjalani kehidupan manusia akan terus mencari tahu tentang hakikat hidupnya dan seluruh materi yang ada disekelilingnya. Dia akan terus berfikir mencari kebenaran (hakikat) hidupnya dan materi lain yang ada disekelilingnya. Seseorang tidak akan pernah berhenti untuk berfikir dan mencari tahu sebelum menemukan jawaban   dan memahami tentang diri dan lingkungannya. Setiap pemikiran manusia yang diberi kesimpulan akan melahirkan sebuah konsep atau ide. Setiap perkembangan dalam idea, konsep dan sebagainya dapat disebut sebagai aktivitas berpikir. Karena itu maka definisi yang paling umum dari berpikir adalah perkembangan idea dan konsep. Menurut madzhab komunisme, pemikiran adalah hasil dari refleksi (pemantulan) fakta terhadap otak. Artinya, pengetahuan mereka tentang fakta. Pemikiran itu terbentuk dari fakta, otak, dan proses refleksi fakta terhadap otak [1] . M...